MARAH RUSLI
Marah Rusli adalah salah satu tokoh awal dalam kesusastraan Indonesia modern. Ia dilahirkan di Padang pada tanggal 7 Agustus 1889. Tahun ini genap 135 tahun berlalu setelah kelahirannya. Ayahnya adalah seorang bekas Demang di Bukit Tinggi bernama Abubakar gelar Sutan Pangeran dan ibunya berasal dari Sunda. Setelah menamatkan Sekolah Dasar Marah Rusli masuk ke sekolah guru yang pada waktu itu disebut "Sekolah Radja" (Kweekschool) di Bukit Tinggi dan lulus tahun 1910. Marah Rusli selanjutnya masuk ke Sekolah Dokter Hewan (Veeartsenschool) di Bogor dan tamat tahun 1915. Karirnya sebagai dokter hewan dimulainya di Sumbawa Besar dan Bima tahun 1915. Pengalamannya di tempat inilah yang memberinya bahan-bahan untuk romannya La Hami.
Marah Rusli kemudian pindah ke Bandung tahun 1918 sebagai Kepala Peternakan Hewan Kecil. Ia kemudian pindah ke Cirebon dan Blitar. Tahun 1920 Marah Rusli diangkat jadi Assistent-Leeraar pada Sekolah Dokter Hewan di Bogor, tempat ia belajar dahulu. Namun ia kemudian diskors karena dianggap tidak patuh. Pada waktu inilah Marah Rusli mulai menulis Siti Nurbaya yang terkenal itu. Roman ini telah melambungkan namanya kemudian dan H.B. Jasin mencatatnya sebagai Bapak Roman Modern Indonesia. Selanjutnya Marah Rusli pindah ke Jakarta, Balige dan Semarang sampai tahun 1929 sebagai dokter hewan.
Kesukaan Marah Rusli terhadap kesusastraan sudah tumbuh sejak ia kecil. Ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba, tukang dongeng di Sumatera Barat yang berkeliling kampung dengan menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra. Buku-buku bacaannya banyak yang berasal dari Barat yang menggambarkan kemajuan zaman. Ia kemudian melihat bahwa adat yang melingkupinya tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Semuanya ini menjadi bagian dari berbagai kisah yang dirangkainya dalam bentuk roman. Melalui tulisannya Ia ingin melepaskan masyarakatnya dari belenggu adat yang tidak memberi kesempatan bagi yang muda untuk menyatakan pendapat atau keinginannya.
Tahun 1946 Marah Rusli diangkat jadi Mayor Dokter Hewan pada Angkatan Laut Republik Indonesia di Tegal. Pekerjaannya sebagai pengajar (dosen) diteruskannya lagi pada Sekolah Dokter Hewan Tinggi di Klaten sedjak tahun 1948. Selanjutnya Marah Rusli pindah lagi ke Semarang tahun 1950 sampai ia menjalani masa pensiunnya mulai 1952. Selama masa pensiun ini, Marah Rusli masih tetap menyumbangkan tenaganya pada Balai Penyelidikan Peternakan dan pada Sekolah Pengamat Kehewanan di Bogor.
Marah Rusli memang kurang dikenal sebagai dokter hewan. Ia lebih banyak disebut - sebut sebagai pengarang Siti Nurbaya. Penulis Siti Nurbaya ini sebenarnya giat pula dalam bidang keolahragaan yang tidak begitu banyak diketahui orang. Ia adalah seorang penggemar sepakbola dan pernah menjadi Komisaris P.S.S.I. di Semarang ketika organisasi sepakbola itu mulai didirikan. Jauh sebelum itu Marah Rusli telah mendirikan " Voetbalbond Indonesia" di Semarang bersama dengan Ir. Suyatin .Tetapi prestasinya ini tidak diterima dengan hati baik oleh pemerintah Belanda , hingga hasil tersebut tidak disebarkan.
Bukunya yang paling banyak mendapat perhatian dan menjadi bahan pembicaraan hangat ialah Siti Nurbaya. Kecaman yang keras terutama datang dari pihak apa yang disebut âkaum tuaâ, sebaliknya ia banyak mendapat sokongan dari âkaum muda.â
Anak dan Kemanakan (1956 ) adalah romannya yang ketiga yang sesungguhnya dalam temanya tidak mémpunyai persoalan baru kecuali sebagai variasi dari tema kawin ( ter ) paksa yang telah ramai dikemukakan oleh pengarang-pengarang tahun dua puluhan termasuk Marah Rusli sendiri. Karangan-karangannya dalam bentuk buku ada tiga buah yaitu: Siti Nurbaja (Balai Pustaka, Weltevreden, 1922 yang sampai tahun 1965, telah mengalami cetakan kesebelas), La Hami ( Balai Pustaka, Jakarta, 1953 yang cetakan keduanya tahun 1965), dan Anak dan Kemanakan (Balai Pustaka, Jakarta, 1956).
Selain dari karangan-karangan di atas, Marah Rusli masih mempunyai dua buah naskah yang belum diterbitkan yaitu: Memang Jodoh yang isinya merupakan olahan dari riwayat hidupnya sendiri dan Tisna Zahara. Marah Rusli berpesan agar naskah Memang Jodoh diterbitkan setelah ia meninggal. Naskahnya telah lama disiapkan.
Tahun 1968, Siti Nurbaya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia dan Cina. Marah Rusli telah meninggal tanggal 17 Januari 1968 di Bandung dan dimakamkan di Bogor, kampung halaman sang istri yang ia nikahi saat berusia 22 tahun. Ia pernah hadir dalam persada kesusastraan Indonesia. Dan kehadirannya telah meninggalkan arti bagi pertumbuhan dan perkembangan kesusastraan Indonesia. Untuk mengenang kesuksesan yang telah diraihnya di masa lalu dan sumbangsihnya untuk Kota Padang terutama dengan Roman Siti Nurbayanya, maka sebuah jalan yang menjadi pintu masuk utama ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang di belakang Tangsi, layak untuk di pasangkan namanya. Ribuan guru, masyarakat, dan siswa akan kembali menyebut namanya setelah sekian lama kita semua alpha.
sumber: Syamdani