TUGU PERJUANGAN RAKYAT KURANJI



Bangunan monumental untuk memperingati perjuangan rakyat Kuranji pada masa perang kemerdekaan terdapat dibeberapa tempat di Kecamatan Kuranji ini. Seperti monumen Makam Pahlawan Kuranji dibangun tahun 1977, monumen tugu Perintis Kemerdekaan di Jl. Dr. Mohammad Hatta di halaman bekas Kantor Camat Kuranji yang dibangun tahun 1985, monumen tugu Dewan Perjuangan Rakyat Padang Luar Kota di pinggir jalan Belimbing dibangun tahun 2001, tugu bentuk kepala proyektil mortir dan kubu pasukan Harimau Kuranji di Simpang Kuranji (tahun tidak diketahui) dan bangunan dengan bentuk tugu bambu runcing di Surau, Batu Kalumbuak diresmikan tahun 2001. Tersebarnya letak monumen tugu ini menggambarkan kuranji sebagai daerah yang penting selama masa perjuangan atau sebelumnya. ini gambaran peranan Kuranji dalam mempertahankan kedaulatan RI pada masa itu.

Sekutu atau Belanda boleh saja unggul karena persenjataannya tapi belum tentu mampu mengalahkan semangat juang rakyat yang dijajahnya. Faktor alam menjadi salah satu penentu kenapa mereka tidak pernah bisa sepenuhnya menguasai Sumatra Barat. Seperti Wilayah Kuranji, dulunya disebut juga Pauh (Pauh V/Pauh IX), memiliki dataran cukup luas, masih berhutan belantara, dipagar oleh bukit barisan pada bagian pedalamannya, dan dibatasi oleh sungai besar (Batang Kuranji) dan sungai-sungai kecil lainnya.

Melihat kondisi ini jika Sekutu ingin melakukan perluasan wilayah maka mereka harus menempuh berbagai kesulitan karena cukup rumitnya medan yang akan ditempuh. Tidak saja rugi waktu, biaya, tapi strategi perang yang biasa mereka gunakan di daerah lain tidak berlaku di daerah Kuranji/Pauh ini.

Belanda menyebut wilayah alam Kuranji sebagai basis lintas kembali (terugval) dan bagian terpenting setelah Kamang di Agam dan Situjuh di Lima Puluh Kota. Ketiganya disebut juga "Trouble Spot ", yaitu basis pertahanan yang berlapis karena alamnya. Namun hanya Pauh/Kuranji daerah yang banyak memiliki rintangan. Jika penaklukan diteruskan lebih jauh ke pedalaman maka situasi akan berbahaya lagi karena banyaknya hewan buas, seperti harimau.

 Alam juga telah membentuk karakter orang-orang yang tinggal di daerah Kuranji/Pauh ini, yaitu watak yang keras, tegas, tidak ingin diganggu tapi akan menyerbu jika mereka diusik apalagi ditindas. Terbukti dalam sejarah diawal abad 20, sekitar tahun 1902, Kota Padang tidak pernah aman karena selalu diganggu oleh orang Pauh (Kuranji) dan Koto Tangah. Benci kepada Belanda sudah menjadi tradisi bagi mereka. Mereka selalu berusaha mengusir Belanda, tapi karena kalah jumlah, mereka hanya bisa membuat orang Belanda tidak nyaman dan takut terbunuh. Itulah sebabnya kekuasaan Belanda sebatas Batang Arau dan sekitarnya. Ini terbukti dengan bekas-bekas bangunan Belanda yang masih ada sampai sekarang.

Rusli Amran dalam bukunya"Padang Riwayatmu Dulu" (1986), menyebutkan beberapa nama seperti Si Rancak, Buyuang Tupang, Palalok, Galuang, Bidai, Mara Otong, Sampan, si Abang, si Baruak dan lainnya. Mereka ini adalah pendekar yang punya kemampuan silat dan ilmu kebathinan. Selalu meresahkan kedudukan Belanda di dalam kota. Ditambah lagi dengan


si Patai, yang berada dalam daftar teratas penjahat yang dicari Belanda. Si Patai dan yang lainnya ini termasuk orangorang yang menentang pemerintahan Belanda. Cerita si Patai ini menjadi kebanggaan masyarakat Pauh/Kuranji. Boleh dikatakan Pauh/Kuranji adalah daerah yang tidak pernah dikuasai sepenuhnya oleh Belanda. Bahkan penyerangan loji Belanda di Padang (7 Agustus 1669) dilakukan oleh rakyat Pauh/Kototangah.

Kisah kepatriotikan dan kehebatan menentang penjajah seperti diatas menjadi cerita turun temurun di Pauh/Kuranji ini, dan menjadi sugesti global, yang merasuk ke sanubari, dan menjelma dalam tindak tanduk perjuangan. Warisan semangat inilah yang tidak dipahami oleh tentara Sekutu dan Belanda. Mereka heran dan takjub, kenapa orang-orang dari Pauh/Kuranji ini tak pernah bosan menganggu kedudukan mereka. Ketika Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaannya, tentara Inggeris tidak menyangka akan mendapat perlawanan sporadis diawal kedatangannya. Mereka tidak menyadari bahwa diantara masyarakat yang menyaksikan kedatangannya pada pertengahan Oktober 1945 terdapat orang-orang yang akan memberikan informasi sampai ke daerah pedalaman Padang luar kota. Masyarakat Padang mengetahui bahwa ada tentara Belanda yang disusupkan dalam anggota pasukan Inggeris. Mereka juga mengetahui bahwa telah terjadi aktivitas yang tinggi di Hotel Oranye (Hotel Muara Sekarang) karena terus berdatangannya bule Belanda yang menjadi tawanan Jepang dari Bangkinang. Masyarakat Kota Padang menyadari bahwa semua itu adalah upaya Belanda untuk berkuasa kembali, dan hanya menunggu kedatangan tentara Inggeris untuk memuluskan rencananya tersebut.

Pasukan Inggeris yang merapat di Teluk Bayur kemudian melakukan parade pasukan, dan melihat barisan rakyat disepanjang jalan, namun mereka menganggap itu hanyalah rakyat biasa. Kedatangannya terselubungi oleh alasan akan membawa tawanan pasukan Jepang yang kalah perang. Inggeris memang keliru dan salah jika beranggapan demikian. Satu hal yang tidak mereka sadari, bahwa “keakraban” dengan orang Belanda selama lebih dari tiga setengah abad sudah lebih dari cukup untuk mengenal mana yang Belanda dan mana yang Inggeris. Bahkan rakyat di Sumatera Barat ini sudah hapal betul budaya dan karakter Belanda itu sendiri.

Semua itu terbukti ketika kedudukan pasukan Inggeris selalu mendapat gangguan. Pasukan Jepang yang sedianya akan menyerah pada Inggeris terpaksa harus menyerahkan semua properti perang mereka kepada pejuang. Tidak terhitung lagi markas pertahanan Jepang yang sudah diambil alih Inggeris, tapi mendapat serangan-serangan, walaupun tidak berarti tapi cukup merepotkan mereka. Lambat laun Inggeris dan Belanda mulai mendapat informasi bahwa di Padang ini sudah terbentuk pasukan-pasukan kecil dengan nama-nama yang cukup angker. Seketika tersentak ketika pasukan-pasukan kecil itu berhasil merebut atau merampas persenjataan yang seharusnya akan mereka amankan. 

Padang menjadi kota tidak aman sejak itu. Seorang tentara Sekutu yang sedang berenang di kolam renang di Jalan Belantoeng, tepatnya sudut halaman Bank Indonesia sekarang, dibunuh oleh pemuda-pemuda pejuang. Maksud pembunuhan mereka adalah untuk merebut senjata pasukan tersebut. Sebagai akibatnya, Sekutu menggeledah dan mengepung rumah penduduk disekitar kejadian. Tempat pertama yang dikepung Sekutu adalah markasnya Ahmad Husein di kompleks PGAI sekarang. Semua penduduk dan pejuang dikumpulkan. Mereka yang dicurigai dibawa ke penjara Muaro Padang. Ahmad Husein saat itu luput dari perhatian Sekutu karena dianggap anak sekolah karena berpakaian celana pendek putih sebagaimana biasanya dipakai anak sekolah saat itu. Kejadian itu terjadi pada tangggal 1 Desember 1945.

Tanggal 8 Desember 1945 Ahmad Husein memindahkan kompi pasukannya ke Kuranji mengingat semakin gawatnya situasi Kota Padang. Dipilihnya tempat ini karena sumber makanan mudah diperoleh dan struktur alamnya yang menguntungkan sebagai markas. Kuranji menurut Ahmad  Husein wilayah terpenting karena letaknya terhubung melalui berbagai jalur jalan ke dalam dan ke luar Kota Padang yang tidak diketahui tentara Sekutu dan Belanda. Ditempat inilah kekuatan pasukan disusun. Latihan ketentaraan ditingkatkan. Senjata-senjata rampasan yang rusak diperbaiki. Strategi pertempuran dan penyerangan kedudukan Sekutu baik dalam kota maupun pinggir Kota Padang pun diatur dimarkas Kuranji ini. Tindakan Ahmad Husein ini kemudian diikuti oleh Kompi Anwar Badu yang memindahkan markasnya dari Alang Laweh ke Korong Gadang dan Kompi Yusuf Ali dari Olo ke Anduriang.

Mengingat perkembangan situasi dalam kota yang tidak aman karena seringnya terjadi penyerangan sporadis dari pejuang dan balas serangan balik Sekutu yang terkadang tidak tentu arah, maka beberapa tokoh pejuang sepakat untuk membentuk Dewan Perjuangan Luar Kota Padang. Padang luar kota pada waktu itu disebut juga Padang Area. Tugas utama dewan ini adalah; mengkoordinir pasukan barisan rakyat, menggerakkan kekuatan rakyat untuk berjuang, mengupayakan perbekalan perang, menjaga stabilitas pergolakan situasi politik keamanan, dan mengadakan hubungan kerja sama dengan walikota beserta stafnya.

Awal pendiriannya dilaksanakan tanggal 5 Februari 1946 bermarkas di Mesjid Lubuk Lintah dengan ketua Haji Salim. Anggotanya adalah Abdullah Sulaiman, Abdullah Anjang, Djamaloeddin Wak Ketok, Nurdin Datuk, Mauniang Rasidin. Sedangkan untuk komando tempur Padang Area dipegang oleh Ahmad Husein. Markas dewan di Lubuk Lintah ini kemudian dipindahkan ke Surau Batu Kalumbuak karena daerah Lubuk Lintah sudah tidak aman lagi karena telah menjadi jalur perlintasan Sekutu. Perpindahan ke Surau Batu dilakukan tanggal 15 Februari 1946.

Tentara Sekutu ternyata semakin sering melakukan penyisiran sampai ke luar kota. Dalam setiap aksinya, tindakan-tindakan kejam terhadap penduduk yang dijumpainya. Pada tanggal 13 Mei 1946, pasukan Sekutu melakukan pengepungan terhadap markas Dewan Perjuangan Luar Kota Padang di Kalumbuak dan markas Barisan Rakyat yang berada didekat markas dewan itu. Kedatangan pasukan Sekutu ini sebelumnya sudah diketahui oleh pejuang-pejuang yang berjaga di beberapa titik (telik sandi). Ketika pasukan Sekutu sampai di Kalumbuak didapatinya tempat itu sudah kosong. Tentara Sekutu hanya bisa melampiaskan kemarahannya dengan tembakan-tembakan  sehingga menghancurkan bangunan markas. Menjelang sore tentara Sekutu itu meninggalkan markas tersebut, tapi baru saja sampai di Kampung Kalawi mereka dihadang pasukan Kuranji dibawah komando Arif Amin dan Pasukan Berani Mati Djamaloeddin Wak Ketok. Penghadangan tiba-tiba ini mengakibatkan banyak tentara Sekutu yang tewas.

Mengingat situasi yang tidak aman dan dikhawatirkan datang lagi pasukan Sekutu dalam jumlah yang besar maka pada bulan Juni  1946 markas dewan ini dipindakan ke Limau Manih.

Makam Pahlawan Kuranji adalah awal monumental perjuangan dalam perang kemerdekaan. Ditempat ini untuk pertama kalinya dimakam Kopral Rivai, anggota Pasukan Kuranji yang gugur pada saat penyerangan ke Rimbo Kaluang 21 Februari 1946.

 Tanggal 29 Desember 1946 terjadi pertempuran sengit di Anduring pukul 10.00 Wib. Waktu itu iringan pasukan Belanda yang terdiri dari sebuah jeep dan tujuh truk penuh berisi pasukan menuju Andalas dari markas mereka di Simpang Haru.

Barisan Hizbullah yang terdiri dari dua regu membiarkan iringan  itu melewati tempat persembunyian mereka di Andalas. Begitu sampai di simpang Anduriang dihadang oleh pasukan dari Kompi Singa Harau yang dipimpin oleh Letnan Satu Bainal dan Kompi II Batalyon Kuranji pimpinan Letnan Satu Bachtiar dengan membawa seksi Musa dan seksi Rasjid. Iringan pasukan Belanda itu digempur tanpa henti sehingga membuat kocar kacir, tak berapa lama datang bantuan Kompi Hizbullah yang mengintai di Andalas. Pertempuran pun terjadi selama dua jam di Simpang Anduriang. Pasukan Belanda kemudian mundur arah ke Padang sambil menembak membabi buta rumah-rumah penduduk. Banyak pasukan Belanda yang tewas dalam serangan itu.

Tanggal 29 Januari 1947 terjadi pertempuran beruntun di Andalas, Anduring dan Kampung Kalawi. Awalnya pasukan Belanda dengan 8 truk penuh pasukan mengadakan pembersihan menuju Andalas. Ditempat ini Belanda dihadang oleh Pasukan Hizbullah dibawah komando Letnan Satu Zubir, tapi karena kalah jumlah akhirnya pasukan Hizbullah mundur. Iringan pasukan Belanda terus menuju Simpang Anduring. Ditempat ini mereka dihadang lagi oleh Kompi Singa Harau pimpinan Letnan Satu Bainal. Jumlah yang tidak seimbang kompi ini pun mengundurkan diri.

 Iringan pasukan Belanda pun semakin memberanikan diri menuju Kampunag Kalawi. Suara tembakan yang terdengar ke Kampung Kalawi diketahui oleh pasukan Letnan Satu bachtiar, Rasjid, musa dan pasukan Hizbullah yang mengundurkan diri kemudian menyelinap melewati semak dan sawah sehingga sampai di Kampung Kalawi. Pasukan Berani Mati pimpinan Djamalaoeddin Wak Ketok pun telah bergabung disana. Disinilah pertempuran membuahkan hasil. Senjata bren milik Rasjid dan stengun Musa memuntahkan pelurunya tiada henti ke arah pasukan Belanda yang berlindung dibalik kendaraannya. Granat tangan kemudian menyudahi kekalahan Belada karena banyak pasukannya yang tewas. Belanda mundur ke arah Alai sambil membawa kawan-kawannya yang tewas.

 Kuranji telah membuktikan kemampuan potensi alam dan potensi sumberdaya manusia pejuangnya sebagai bagian dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI umumnya dan Kota Padang khususnya. Keberadaan monumen-monumen tugu perjuangan di Kecamatan Kuranji ini menggambarkan bahwa penjajahan itu tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikebangsaan.



19, Jan 2024
| 308 days ago

Contact Us

Dispusip Kota Padang

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang
dispusip@padang.go.id

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang
(0751) 895025

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Padang
Jl. Jend. Sudirman No. 1, Kel. Kampung Jao, Kec. Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat, 25112

Perpustakaan Daerah Kota Padang
Jl. Batang Anai No.12, Kel. Rimbo Kaluang, Kec. Padang Barat, Kota Padang, Sumatera Barat, 25111