TUGU PERTEMPURAN PERTAMA/ PERISTIWA PENYERANGAN RIMBO KALUANG
Tugu ini dibangun pada tahun 1987 untuk memperingati dan mengenang peristiwa penyerangan markas dan gudang senjata Sekutu di Rimbo Kaluang pada tanggal 21 Februari 1946. Sebelumnya tanggal 11 Oktober 1945, Rimbo Kaluang juga sudah dimasuki oleh para pejuang namun tidak menimbulkan penembakan. Aksi itu berlangsung aman dan damai. Tindakan ini mendahului kedatangan pasukan Sekutu yang mendarat di Teluk Bayur tanggal 13 Oktober 1945 untuk pemulangan pasukan Jepang termasuk persenjataannya.
Pemuda BPPI (Balai Penerangan Pemuda Indonesia) di Pasa Gadang menunjuk Syofyan Ibrahim dan Munir Latif berangkat ke Rimbo Kaluang untuk menemui Okamato, seorang opsir Jepang dan pernah satu kesatuan dengan mereka di Gyu Gun. Okamato mengakui bahwa beberapa kendaraan dan senjata adalah tanggung jawabnya. Ia bersedia menyerahkan tapi dengan syarat menjamin keselamatan dirinya dan anak buahnya, dan ia tidak berani menyerahkan senjata buatan Jepang sebab sudah menjadi inventaris yang akan diserahkan kepada Sekutu. Senjata yang bisa diambil adalah buatan KNIL atau Sekutu. Negosiasi pun berjalan damai tanpa keributan. Tentara Jepang menyadari bahwa melawan pun tidak ada gunanya. Berita-berita sabotase terhadap kedudukan pasukan Jepang ditempat lain baik di Padang maupun luar Padang sudah mereka ketahui.
Menolak permintaan orang berdua ini yang datang secara baik-baik dan Okamato sendiri mengenal siapa Syofyan Ibrahim dan Munir Latif di Gyu Gun dulunya, bagi Okamato akan mempersulit ia dan pasukannya. Sedangkan Sekutu belum pasti kapan mendaratnya di Padang.
Cukup banyak perolehan di gudang senjata saat itu. 28 kendaraan merk Ford, Chevrolet, Dodge dan Fargo mereka bawa keluar gudang (Jibosa Butai) Jepang secara bersamaan dan silih berganti, karena hanya beberapa orang pemuda yang bisa mengendarainya, seperti Djamaloeedin Abdullah, Yusuf, Mahyudin, Junir, Thaher Rasyid, Pingai, Aminuddin dan beberapa orang lainnya. Senjata juga bisa mereka bawa seperti pistol, senjata buatan Sekutu Lee Enfield, dan buatan Jepang yang terpaksa mereka serahkan.
Sekutu mendarat di Teluk Bayur dua hari kemudian. Sejak itulah babak panjang perjuangan yang diwarnai pertempuran menghiasi Kota Padang. Sekutu dan memberi kesempatan kepada Belanda untuk membonceng semakin membuat gelora jiwa juang pemuda membara. Hampir setiap minggu disetiap sudut kota ini terdengar letusan senjata dan terlihat kobaran api.
Sejak dibentuknya Dewan Perjuangan Padang Luar Kota atau disebut juga Padang Area tanggal 5 Februari 1946 dengan markas berpindah dari Lubuk Lintah, Kalumbuak dan Limau Manih, dan ditunjuk juga Mayor Ahmad Husen sebagai komandan tempur untuk Padang Area Timur, intensitas pengempuran markas-markas dan gudang senjata Sekutu semakin tinggi. Disamping itu, pasukan perjuangan dalam kota yang dipimpin Ahmad Husein yang bermarkas di Jati (PGAI sekarang) juga semakin tidak aman karena selalu didatangi penggeledahan oleh Sekutu. Sehingga Ahmad Husein memutuskan untuk memindahkan markas Resimen Kuranji ke Kampung Kuranji. Tempat ini dinilai cukup strategis dan mampu bertahan atau melakukan penyerangan terhadap kedudukan musuh.
Kampung Kuranji dilindungi sebelah selatan dan barat oleh sungai Kuranji (Batang Kuranji) airnya yang dalam dan batunya besar-besar. Sebelah timur adalah hutan lebat yang banyak dihuni binatang buas seperti harimau. Sebelah utara hanya jalan kecil yang terjal dan susah dilalui. Ditempat inilah para pemuda yang ingin berjuang dididik dan dilatih secara militer, tempat disatukannya kelompok-kelompok pejuang seperti Hizbullah, TEMI (Tentara Merah Indonesia), Sabil Muslimat dan kelompok pejuang lainnya. Dari Kampung Kuranji ini Ahmad Husein juga bergerak berjuang menumpas pejuang-pejuang yang hanya berkedok sebagai pejuang kemerdekaan dengan tindakan perampokan, pemerkosaan dan tindakan zalim lainnya.
Ahmad Husein melihat sejak kedatangan Sekutu bersama Belanda, atau situasi Kota Padang sejak diproklamirkannya kemerdekaan 17 Agustus 1945, pertempuran dan tindakan merongrong tidak pernah putus-putusnya. Secara tak langsung Padang memang telah menjelma sebagai kota yang membara. Ahmad Husein menilai itu semua adalah ungkapan jiwa yang tidak ingin dijajah kembali. Ahmad Husein memandang perlu dilakukannya sebuah agresi yang lebih besar.
Sasaran penyerangan Ahmad Husein adalah sebuah gudang senjata Sekutu di Rimbo Kaluang, tepatnya di kiri kanan Jalan Taman Siswa Padang (kawasan Hotel Ibis sekarang). Strategi penyerangan ini disusun dan diatur sebaik mungkin oleh Ahmad Husein. Kemampuannya sebagai bekas Gyu Gun dan ahli strategi tidak diragukan lagi. Instruksi dan pembagian tugas kepada pasukannya jelas, tepat dan terarah.
Semua pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) berkumpul di satu titik yaitu di Simpang Kalawi pada malam hari pukul 22.00 Wib tanggal 21 Februari 1946. Pasukan yang berkumpul terdiri dari pasukan-pasukan yang berada dalam seksi-seksi masing-masing, yaitu Seksi Bachtiar, Seksi Rahman, Seksi Musa, Seksi Rasyid, Seksi Djamaloeddin dan Seksi Marah Yulius. Bergabung juga barisan dari pasukan Hizbullah dibawah pimpinan Kapten Maksum, Lasymi dipimpin oleh Letnan Satu Munyar Atini, Barisan Istimewa pimpinan Abdoellah Anjang, dan barisan Pasukan Berani Mati Djamaloeddin Wak Ketok. Di Kampung Kalawi pukul sepuluh malam itu alur
penyerangan dari berbagai arah diatur dengan titik serang Rimbo Kaluang. Dari Simpang Alai dipimpin oleh Ahmad Husein, dari Banda Bakali barisan Hizbullah, dari Kampung Pinang Kompi Muchtar dan Seksi Muis Pakiah Serak, dan selebihnya dari Gunung Pangilun.
Gudang senjata Sekutu malam itu dikawal oleh satu kompi pasukan. Mereka dikepung dari tiga jurusan. Ahmad Husein tepat pukul 24.00 Wib memberikan tembakan tanda dimulainya penyerangan maka seketika tembakan mendadak menghujan gudang senjata tersebut. Pasukan Sekutu yang sedang bertugas pun kalang kabut. Mereka membalas asal tembak saja sebab rentetan tambakan dari segala arah, ditambah lagi waktu itu tengah malam yang gelap. Penyerangan itu berlangsung sampai pukul 05.00 yang mulai reda karena Sekutu mendatangkan bantuan kendaraan perang lapis wajanya. Pasukan pimpinan Ahmad Husein ini tidak saja berhasil memporakporadakan gudang senjata Sekutu, tapi juga berhasil masuk kedalam areal gudang dan membawa banyak senjata. Korban tewas dipihak Sekutu cukup banyak. Menurut catatan PMI Kota Padang, dalam penyerangan itu tercatat lebih kurang 40 orang meninggal dari pihak Sekutu, serta dua orang dari pihak pejuang, yaitu Kopral Rivai dan Prajurit Rivai yang tidak ditemukannya jenazahnya setelah penyerangan usai. Kopral Rivai kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kuranji. Ahmad Husein sendiri selamat dalam tembakan jarak dekat dengan seorang tentara Inggeris.
Keberhasilan pasukan Ahmad Husein ini tersebar ke seluruh Sumatra Barat dan menjadi motivasi bagi setiap pejuang untuk menggempur keberadaan Sekutu dimanapun ia berada. Bagi pasukan Ahmad Husein sendiri, sejak penyerangan itu disebut dengan Pasukan Harima Kuranji. Oleh tentara Sekutu mereka dinamakan The Tiger of Kuranji. Akibat penyerangan itu, esok harinya Sekutu meninggalkan Rimbo Kaluang dan gudang senjatanya dipindahkan ke Belantoeng (jalan Sudirman sekarang).
Monumen tugu ini terletak di persimpangan Jalan Raden Saleh dan Khatib Sulaiman, tepatnya di belakang SPBU dekat lampu merah sekarang. Rancangan bangunan tugu dibuat oleh Drs. Amril M.Y. Dt. Garang dan pembuatannya oleh guru dan siswa SMSR Padang.
Dibawah pimpinan Ahmad Husein Kompi II TKR bersama dengan barisan rakyat, seperti pasukan Jamaluddin Wak Ketok, Abdullah Anjang, Maksum dan lain-lain, pada tanggal 21 Februari 1946 melancarkan serangan serentak ke kampung dan gudang senjata Sekutu di Rimbo Kaluang. Pertempuran itu berlangsung selama 12 jam, mulai pukul 24.00 sampai 05,00 Wib. Serangan mendadak dan terkoordinir itu berhasil menghancurkan pos-pos pengawalan musuh, mengambil persenjataan di gudang senjata dan segera menghilang menjelang subuh sebelum sekutu mendatangkan bantuannya.
Serangan serentak yang sangat mendadak itu terhadap kedudukan Sekutu di Rimbo Kaluang ini telah menimbulkan kegemparan di pihak Sekutu sendiri. Di dalam pertempuran itu untuk pertama kalinya terdengar nama Harimau Kuranji disebut dengan " the Tiger of Kuranji " Keesokan harinya tentara Inggeris meninggalkan Rimbo Kaluang.