TUGU SUNGAI BARAMEH
Tugu
ini dibangun tahun 1986, untuk memperingati peristiwa bumi hangus
Kampung Gaung Sungai Barameh yang dilakukan oleh tentara Sekutu pada
tanggal 8 Desember 1945 dinihari. Tentara
Sekutu disebut juga sebagai salah satu negara yang menang dalam Perang
Dunia kedua, dan mengalahkan Jepang sebelumnya. Dalam melaksanakan misi
pasca kalahnya Jepang ini di Kota Padang, hampir seluruh tentara Sekutu
menganggap wilayah yang diduduki ini adalah daerah kekuasaan mutlaknya,
dimana mereka bisa berbuat sekehendak hati. Para tentara Sekutu tidak
menyadari jika ada aturan tata krama dan adat istiadat yang masih
melekat disetiap jiwa penduduk walau mereka telah dijajah ratusan tahun.
Ditambah lagi dengan gejolak ingin merdeka dari penjajahan bangsa
asing. Sikap
angkuh dan tidak menghargai budaya setempat ini ternyata berujung maut.
Minggu pagi pukul 08.00 Wib tanggal 5 Desember 1945, sebuah mobil jeep
yang dibawa tentara Inggeris, Mayor Anderson berusia sekitar 27 tahun
yang didampingi oleh seorang perempuan dari Palang Merah Internasional,
Allingham berusia sekitar 24 tahun, masuk ke Kantor Polisi RI (Poltabes
sekarang). Mereka menemui polisi Jhonny Anwar. Kedatangan mereka adalah
memberitahukan jika ingin pergi ke pemandian Sungai Barameh, yang
jaraknya lebih kurang 11 km dari Kota Padang arah ke Pesisir Selatan. Jhonny
Anwar tidak kuasa melarangnya karena keinginan mereka begitu kuat pergi
kesana. Kepada orang berdua ini dipesankan agar hati-hati karena
pemandian itu berada disebuah tebing yang curam dan penuh semak belukar. Kedua
sejoli yang sedang dimabuk cinta ini segera melajukan jeepnya keluar
kota. Gaya kedua sejoli ini seperti pergi berwisata tanpa menghiraukan
kondisi Padang yang setiap waktu seperti api dalam sekam. Penduduk yang
melihat dua sejoli diatas jeep ini ibarat menyaksikan tontonan yang
menginjak-injak harga dirinya sebagai pemilik republik ini. Kehadiran
mereka disepanjang perjalanan mengundang daya tarik orang untuk
melihatnya. Disebuah
tempat dekat Sungai Barameh, di Bukit Sikabau, berdekatan dengan menara
api (lampu, bukit lampu) terdapat rumah untuk santai yang biasa
digunakan untuk bersantai menikmati indahnya perairan laut Taluak Bayua
yang terlihat tidak jauh dari tempat ini. Tempat ini memang menarik
apalagi untuk mereka yang dibuai asmara. Sedangkan dibelakang rumah
santai itu diseberang jalan Padang-Painan, adalah semak belukar dikaki
bukit-bukit. Dari balik semak itu munculnya seorang pemuda Indonesia
dari suku Bugis (Kamaruddin) bersama tiga orang temannya. Keempatnya
mengintip adengan mesra Mayor Anderson dan Nona Allingham. Seketika
darah mereka tersirap. Nafsu amarah sudah menguasai mereka menyaksikan
tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan di tempat itu. Selanjutnya
tanpa aba-aba mereka langsung membunuh ditempat dua pasang sejoli
tersebut. Seketika
itu juga peristiwa pembunuhan Mayor Anderson dan Nona Allingham ini
tersebar luas dan diketahui oleh tentara Sekutu dan segera mengepung
kampung Gauang dari segala arah. Para penduduk dipaksa meninggalkan
rumahnya tanpa membawa barang apapun dan dikumpulkan disuatu lapangan.
Sesudah rumah-rumah kosong tentara Sekutu menyirami dengan bensin dan
membakarnya. Rumah penduduk yang umumnya terbuat dari kayu langsung
dilalap sijago merah. Penduduk tidak mendapat kesempatan untuk
menyelamatkan harta bendanya. Setelah Kampung Gauang rata dengan tanah,
aksi serupa dilanjutkan ke Bukit Putuih, Teluk Nibuang dan Sungai Barameh. Sekutu
telah melakukan pembalasan yang tidak setimpal karena ratusan penduduk
harus kehilangan tempat tinggalnya, dan juga menangkap Kepala Kampung
Gauang dan Kepala Polisi Taluak Bayua sebagai sandera. Kepada Pemerintah
RI dituntut menangkap para pelaku pembunuhan itu dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Ketika empat hari setelah kejadian kedua mayat
ditemukan kuburannya dan dibawa ke Rumah Sakit Tentara Gantiang. Kondisi
mayat itu sudah membusuk. Rusad Datuk Perpatiah Baringek (Residen
Sumatera Barat) dan Mr. SM. Rasjid (Wakil Ketua KNI Sumatera Barat)
dipaksa Sekutu untuk kedua mayat di Rumah Sakit Tentara Gantian. Kondisi
mayat sungguh mengerikan. Tubuh korban dipenuhi bekas-bekas tusukan
benda tajam. Untuk
memuaskan amarahnya Sekutu juga melakukan penggeledahan kemana-mana,
termasuk ke rumah Mr. SM. Rasjid sendiri dengan alasan mencari senjata.
Jajaran Pemerintahan RI sibuk oleh tingkah Sekutu ini. Walikota Padang
Mr. Abu Bakar Djaar mesti berulang kali datang ke markas Sekutu.
Sulaiman Efendi (Kepala Polisi Kota Padang) bersama Marah Amir dipanggil
ke markas Sekutu untuk mempertanggungjawabkan pembunuhan itu. Nursidin
(Kepala polisi Bagian Kriminal) ditugaskan untuk menangkap pelaku. Bagi
Nursidin perintah itu harus dilaksanakannya segera karena ayahnya yang
menjabat sebagai Kepala Polisi Taluak Bayua disandera oleh Sekutu. Atas
usahanya itu beberapa hari kemudian Kamaruddin dan seorang kawannya
berhasil ditangkap di Painan, dua orang lainnya berhasil melarikan diri.
Keduanya kemudian diserahkan kepada Sekutu untuk diperiksa. Penyerahan
itu bersifat pinjaman karena pihak RI lah yang berhak mengadili mereka.
Sekutu menyetujui tuntutan tersebut. Agar hukum tetap berjalan maka
mereka berdua diajukan ke muka Pengadilan RI dan dijatuhi hukuman. Tetapi keduanya kemudian dibawa ke Bukittinggi dan selanjutnya dibebaskan. Peristiwa
pembunuhan Mayor Anderson dan Nona Allingham ini akhirnya jadi alasan
bagi tentara Sekutu memulai serangan besar-besaran dengan pengerahan
penuh armada tempurnya terhadap kubu-kubu pertahanan pemuda pejuang
kemerdekaan. Tugu
Peristiwa Sungai Barameh ini didisain oleh Drs. Amril M.Y. Dt. Garang
dan pembangunannya dikerjakan oleh beberapa guru SMSR Padang (SMKN 4
Padang sekarang).