Selama masa penjajahan di Kota Padang, perdagangan menjadi tulang punggung ekonomi kota tersebut. Di sekitar pusat kota, terutama sepanjang Batang Arau hingga Alang Laweh, berdiri kokoh beberapa toko besar yang menjadi pusat aktivitas perdagangan. Toko-toko ini didominasi oleh warga Eropa dan Cina, yang menyediakan berbagai macam kebutuhan masyarakat.

Salah satu toko terkenal pada masa itu adalah A.H Tuinenburg, sebuah toserba besar yang telah eksis sejak awal abad ke-20. Toko ini dimiliki oleh keluarga J. Boon dan menjadi salah satu destinasi utama bagi penduduk setempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Iklan toko A.H Tuinenburg sering terlihat di beberapa koran terkenal seperti Sumatera Bode, yang merupakan sarana penting untuk mempromosikan berbagai barang-barang baru yang dijual di toko tersebut.

A.H Tuinenburg tidak hanya menyediakan kebutuhan pokok, tetapi juga barang-barang kelas atas dari Eropa. Mulai dari gramophone hingga sepeda Rover atau Raleigh, atau yang dikenal sebagai sepeda reli atau sepeda macan oleh masyarakat Minang. Toko ini menjadi pusat bagi masyarakat untuk mendapatkan barang-barang impor dan inovatif yang menjadi tren pada masa itu.

Selain menggunakan koran sebagai media promosi, A.H Tuinenburg juga aktif dalam menerbitkan kartu pos yang menampilkan bangunan-bangunan dan pemandangan kota Padang pada masa itu. Kartu pos-kartu pos ini menjadi bukti arsip yang berharga tentang perkembangan arsitektur dan kehidupan sehari-hari di kota pada masa lalu. Banyak dari kartu pos tersebut masih tersimpan dengan baik di beberapa lembaga sejarah Belanda seperti Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV).

Dengan demikian, A.H Tuinenburg bukan hanya sebuah toko, tetapi juga merupakan bagian integral dari sejarah dan kehidupan ekonomi serta sosial masyarakat Kota Padang pada masa penjajahan. Warisan berharga dari toko ini terus hidup melalui peninggalan-peninggalan sejarah yang tersimpan dengan baik, memberikan pandangan yang kaya tentang masa lalu kota ini.